Harga tiket pesawat domestik menjadi sorotan karena harganya yang tergolong lebih mahal dibanding luar negeri. Sebagai gambaran, tiket Jakarta-Seoul untuk keberangkatan 5 September 2024 mendatang hanya Rp 2,1 juta untuk kelas ekonomi, bahkan pada akhir Juni lalu harganya ada di Rp 1,8 jutaan.
Di kelas yang sama untuk 5 September harga tiket pesawat kelas ekonomi termurah rute Jakarta-Jayapura di angka Rp 4.228.300 menggunakan Sriwijaya Air. Biaya tersebut sudah termasuk ke dalam bagasi 20 Kg.
Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman mengungkapkan alasan bisa murahnya harga tiket penerbangan internasional karena terkait regulasi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) dari pemerintah.
“Iya, karena nggak ada TBA di tiket internasional, jadi mereka bebas mau jual di berapa aja. Air Asia jual dari harga paling murah dia nunggu aja sampai harga kejual mahal. Mahalnya ya lumayan. Belum lagi ancillary tambahan lainnya, seperti makanan,” kata Gerry kepada CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).
“Kalau untuk tiket dalam negeri, ya kepentok TBA, jadi pas rame pun jual harganya segitu-segitu aja, maka airline gak bisa bebas main harganya,” lanjutnya.
Karenanya perbedaan harga tiket ekonomi ke rute luar negeri bisa jomplang, misalnya tiket termurah Jakarta-Singapura 1 Juli 2025 di Rp 417 ribuan dengan Scoot, namun tiket termahalnya tembus Rp 2,6 juta dengan Singapore Airlines, padahal keduanya sama-sama ekonomi.
“Mereka main ke Singapura dengan harga bebas, bisa kompetitif dengan maskapai asing. Di luar, mereka bisa charge harga premium di high season, di harga yang jauh lebih tinggi dibanding di Indonesia,” ujar Gerry.
Selain itu, di dalam negeri maskapai harus menanggung banyak beban biaya yang akhirnya menjadi beban konsumen, misalnya pajak tiket penerbangan, kemudian Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR), serta PSC atau airport tax.
“LCC aja biayanya Rp 560-600 ribu sejam di domestik, baru basic fare plus fuel surcharge. Tambah PPN 11%, IWJR, plus PSC (dan PPN PSC),” kata Gerry.
Di sisi lain, maskapai juga bisa mencari keuntungan lebih dari bisnis kargo dibanding bagasi dari penumpang. Alhasil harga tiket penumpang bisa lebih ditekan.
“Karena cuma pakai 737 dan A320, bawa kargo nggak bisa banyak. Beda kalau pakai widebody ke Jepang, kargonya banyak dan per kilogram kargo lebih menguntungkan dibanding per kilogram penumpang,” sebut Gerry.