Perbankan asing satu per satu meninggalkan Indonesia. Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyetujui PT Bank Commonwealth (PTBC) bergabung menjadi bagian dari PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP).
Penggabungan kedua perbankan tersebut telah efektif terhitung sejak 1 September 2024. Dan kedua bank tersebut kini telah bersatu di bawah entitas OCBC Indonesia.
“Dengan efektifnya penggabungan ini, maka menandai dimulainya kembali penyatuan entitas untuk menjadi lebih solid dan tangguh. Dengan menyatukan kekuatan, OCBC siap melayani basis nasabah yang lebih luas dengan solusi perbankan yang lebih komprehensif di Indonesia, dipadukan dengan kapabilitas OCBC di kawasan ASEAN, Tiongkok Raya, dan kawasan lainnya,” kata Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC Indonesia, dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (7/9/2024).
Dengan demikian, nasabah PTBC secara otomatis menjadi nasabah OCBC Indonesia. Selanjutnya, nasabah dapat melakukan transaksi di kantor cabang OCBC mana pun di seluruh Indonesia, atau melalui saluran digital OCBC untuk kebutuhan individu maupun bisnis.
Seperti diketahui, OCBC Indonesia telah melakukan penandatanganan Sale and Purchase Agreement (SPA) dengan Commonwealth Bank of Australia (CBA) untuk membeli 99,00% saham unit usahanya di Indonesia, PTBC. OCBC Indonesia bermaksud untuk mengakuisisi sisa 1,00% saham PTBC dari pemegang saham lainnya. Nilai akuisisi tersebut diestimasikan mencapai Rp2,2 triliun.
Lantas, akuisisi tersebut membuat meniadakan keberadaan bank asing asal Australia itu di Indonesia. Namun, selain PTBC, sejumlah bank asing telah meninggalkan Indonesia.
Berikut daftarnya, dirangkum oleh CNBC Indonesia:
Citi Indonesia
Citibank, N.A. Indonesia (Citi Indonesia) telah resmi menutup bisnis consumer banking setelah penjualan aset dan liabilitas kepada PT Bank UOB Indonesia rampung pada Senin (20/11/2023). Pengalihan aset dan liabilitas consumer banking Citibank ke UOB Indonesia berlaku efektif mulai tanggal 18 November 2023.
Usai penjualan ini, Citi Indonesia ke depannya akan fokus ke bisnis corporate banking dan tetap akan menyalurkan kredit consumer secara tidak langsung.
Seperti diketahui, penjualan bisnis ritel itu sejalan dengan strategi global Citigroup, yang menetapkan hanya beberapa bisnis consumer dan retail di luar Amerika Utara yang akan tetap beroperasi. Antara lain, di Hong Kong, Singapura, Inggris, dan Timur Tengah.
Rabobank Indonesia
Pada bulan April 2019, PT Rabobank Internasional Indonesia mulai menghentikan operasinya, setelah 29 tahun berbisnis di Indonesia. Tepatnya, Rabobank Indonesia berdiri pada tahun 1990.
Keputusan ini merupakan bagian dari strategi global dari Rabobank Group asal Belanda itu. Yakni, terkait dengan visi Banking for Food yang berfokus pada rantai pasokan internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.
Rabobank memutuskan hengkang dari Indonesia karena alasan kerugian yang dialami selama bertahun-tahun. Berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan perseroan, hingga Maret 2019, perseroan melaporkan kerugian Rp 9,78 miliar.
Pendapatan bunga bersih perseroan tercatat hanya Rp 103,67 miliar secara tahunan terus turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 106,1 miliar.
Total nilai Aset pada Maret 2018 itu mencapai Rp 17,38 triliun. Sementara itu, total liabilitas perseroan tercatat sebesar Rp 15,37 triliun dengan total ekuitas Rp 2,02 triliun.
Pada Desember 2019, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mengumumkan keputusan untuk mengakuisisi Rabobank Indonesia. Pembelian ini dilakukan melalui anak usaha BCA, BCA Finance.
Bank RBS Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha kantor cabang asing The Royal Bank of Scotland N.V. (RBS) di Indonesia pada Februari 2018. Pencabutan ini dilakukan atas permintaan kantor pusat RBS di Belanda yang disampaikan pada OJK pada 1 November 2016.
RBS setop beroperasi karena induk usaha merubah strategi bisnis perusahaan, Selain menutup bisnis di Indonesia, RBS pusat juga menutup operasi di 24 negara lainnya. RBS Indonesia mulai beropoerasi pada tahun 1969.
Bank ANZ Indonesia
Pada tahun 2018, PT Bank ANZ Indonesia asal Australia, resmi melepas bisnis ritel mereka di Indonesia kepada PT Bank DBS Indonesia asal Singapura. ANZ Indonesia sendiri telah berdiri RI sejak tahun 1973.
Lini bisnis yang dilepas melingkupi kredit ritel dan layanan dana nasabah kaya atau wealth management. Tidak hanya di Indonesia, ANZ menjual lini bisnis miliknya itu di Singapura, Hong Kong, Cina, dan Taiwan.
Penjualan ini mengakibatkan kerugian bagi ANZ sebesar US$ 265 juta atau sekitar Rp3,4 triliun. Langkah ini berkaitan dengan perubahan strategi dan fokus usaha ANZ di kawasan Asia.
Pada bulan Oktober 2016, DBS telah mengumumkan rencana pengambilalihan Bisnis Retail dan Wealth Management ANZ pada pasar di Singapura, Hong Kong, China, Taiwan dan Indonesia.
Bank Barclays Indonesia
Barclays merupakan bank asing yang paling cepat meninggalkan Indonesia. Bank asal Inggris ini masuk Indonesia pada 2008 dengan mengakuisisi Bank Akita dan mengganti nama perusahaan jadi Bank Barclays Indonesia.
Ini sejalan dengan strategi raksasa bank di Inggris itu untuk reorganisasi melalui 3 divisi terpisah yakni Global Retail Banking (GRB), Corporate and Investment Banking and Wealth Management (CIBWM) dan Absa. Absa adalah salah satu kelompok usaha finansial terbesar di Afrika Selatan.
Langkah ini menelan biaya hingga 100 juta pound atau sekitar US$ 150 juta. Barclays juga berniat menjual Bank Akita atau Bank Barclays Indonesia pada waktu yang tepat.
Bank Credit Agricole Indosuez
Selain itu ada juga bank asal Prancis yang memutuskan hengkang dari Indonesia. Dikutip dari Bank Indonesia, izin usaha Bank Credit Agricole Indosuez dicabut pada 27 Januari 2003.
Pencabutan izin itu atas permintaan pemegang saham. Alasan utama bank hengkang dari Indonesia adalah memburuknya kinerja perseroan. Upaya restrukturisasi kredit dan penambahan modal yang sudah dilakukan tidak mampu menyelamatkan bank tersebut.