Mayoritas warga Eropa menyambut rencana polisi dan tentara menggunakan kecerdasan buatan untuk memantau penduduk. Eropa padahal menerapkan aturan pelindungan data pribadi yang ketat dibanding wilayah lainnya.
Berdasarkan survei IE University Madrid atas 3.000 warga Eropa, 75 persen mendukung penuh penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti pengenalan wajah (facial recognition) dan data biometrik.
“Tak jelas apakah mereka memahami dampak dari penerapan AI ini,” kata Ikhlaq Sidhu dari IE University,
Uni Eropa menerapkan aturan pelindungan data yang dinamakan General Data Protection Regulation (GDPR). Aturan ini menentukan cara organisasi swasta dan publik dalam memproses dan menyimpan data.
Sanksi atas pelanggaran GDPR sangat berat, yaitu 4 persen dari pendapatan kotor tahunan perusahaan atau US$ 21,7 juta, salah satu yang terbesar.
Meskipun mendukung penggunaan AI untuk pemantauan, warga Eropa cenderung menolak penggunaan AI dalam proses demokrasi seperti manipulasi (67 persen).
AI bisa digunakan untuk menyebarkan berita bohong lewat teknologi deepfakes, yaitu gambar, suara, hingga video menyerupai tokoh nyata yang dimanipulasi melakukan atau mengatakan berita bohong.
Platform AI generatif seperti Dall-E milik OpenAI atau Stability AI milik Midjourney, bisa menciptakan gambar palsu hanya lewat perintah teks.
“AI dan deepfakesĀ adalah contoh terkini dari tren berita bohong dan makin susahnya verifikasi. Tren yang sudah tumbuh sejak awal internet, media sosial, dan algoritma AI,” kata Sidhu.