Sejumlah penelitian telah menyoroti ancaman mikroplastik yang muncul dari makanan, minuman, udara, hingga air di lingkungan sekitar. Bukan tanpa alasan, mikroplastik menjadi perhatian karena dapat mengancam kesehatan manusia jika tak sengaja masuk ke dalam tubuh.
Selama lebih dari tiga dekade, Profesor Obstetri dan Ginekologi serta Ilmu Reproduksi di UC San Francisco, Tracey Woodruff meneliti bagaimana bahan kimia beracun di lingkungan sekitar, termasuk mikroplastik dapat menimbulkan risiko penyakit bagi manusia.
Dalam penelitiannya, Woodruff dan rekan-rekannya meninjau hampir 2.000 studi ilmiah terkait risiko kesehatan mikroplastik pada 2022 atas permintaan legislator California. Salah satu hasil menunjukkan bahwa mikroplastik yang tertelan dapat mengurangi tingkat kesuburan dan meningkatkan risiko kanker, terutama pada saluran pencernaan.
Mengutip dari publikasi University of California, mikroplastik adalah partikel kecil berbahaya yang berasal dari berbagai benda, seperti bahan kemasan, ban mobil, pakaian sintetis yang rusak, hingga beberapa pembersih wajah.
Biasanya, mikroplastik berasal dari pemecahan plastik dan terbuat dari bahan kimia, sepertibBisfenol A (BPA) pada botol minum, ftalat pada kosmetik, hingga zat perfluoroalkil dan polifluoroalkil (PFAS) yang kerap digunakan untuk alat masak anti-lengket.
Bahan kimia seperti BPA, ftalat, dan PFAS diklaim dapat meniru hormon manusia yang mengendalikan berbagai proses, seperti reproduksi, pertumbuhan, dan metabolisme. Paparan terhadap zat-zat ini terbukti mampu meningkatkan berbagai risiko, mulai dari infertilitas hingga perkembangan janin yang buruk dan kanker.
Menurut Woodruff, salah satu cara terbaik untuk mencegah risiko mikroplastik adalah tidak memanaskan makanan dalam kemasan plastik dengan microwave. Sebab, panas ternyata dapat membuat plastik melepaskan bahan kimia, seperti BPA ke dalam makanan.
Selain itu, Woodruff juga menyebut bahwa beralih penggunaan dari botol air plastik menjadi kaca atau aluminium juga bisa menjadi solusi untuk menghindari risiko mikroplastik.
Tidak hanya mengubah kebiasaan dalam pengemasan dan penyajian makanan, Woodruff juga turut mengubah pola makan untuk menghindari risiko akibat mikroplastik, seperti membeli produk organik, mengurangi konsumsi daging merah, hingga banyak mengonsumsi sayur dan buah.
“Saya sebisa mungkin membeli produk-produk organik untuk mengurangi paparan pestisida,” kata Woodruff, dikutip Selasa (13/8/2024).
“Saya juga tidak banyak mengonsumsi banyak daging merah. Ada banyak bahan kimia mengendap di dalam makanan berlemak. Jadi, mengurangi konsumsi daging merah juga menjadi cara terbaik untuk mengurangi paparan bahan kimia,” sambungnya.
Woodruff mengaku bahwa keluarganya juga mulai mengonsumsi lebih banyak biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran untuk asupan sehari-hari. Menurutnya, bahan nabati lebih sedikit terkontaminasi mikroplastik jika dibandingkan dengan hewani.
“Banyak bahan kimia beracun cenderung terakumulasi pada hewan yang lebih tinggi dalam rantai makanan. Sebab, hewan kerap memakan hewan atau tumbuhan lain,” jelas Woodruff.
Woodruff mengungkapkan bahwa keluarganya lebih sering menggunakan campuran soda kue dan air atau cuka dan air untuk membersihkan rumah. Menurutnya, “ramuan” tersebut memiliki efektivitas yang sama dengan produk pembersih yang ada di pasaran.
“Resep yang bagus adalah 1:1 cuka dan air. Jangan campurkan dengan pembersih kimia, seperti pemutih yang dapat menghasilkan gas klorin mematikan,” kata Woodruff.
Selain itu, Woodruff juga menyebut bahwa penyedot debu dengan filter HEPA penting untuk mengendalikan debu-debu yang ada di rumah.