Arsip foto – Anggota marinir Korea Selatan berpatroli saat Matahari terbenam di pulau Yeonpyeong di dekat jalur batas utara, Korea Selatan, Selasa (16/6/2020). ANTARA FOTO/Yonhap via REUTERS/hp/cfo.
Mengapa harus ada konflik jika damai bisa tercipta? Perdamaian memang hal ideal yang diharapkan seluruh dunia. Sayangnya, memunculkan perdamaian dan menghindari pertikaian antarnegara tidak sesederhana yang dipikirkan.
Konflik yang tak kunjung usai antara dua Korea jadi salah satu sorotan dalam geopolitik. Berbagai upaya dilakukan, tidak hanya oleh Korea Utara dan Korea Selatan, namun juga banyak pihak lainnya yang terlibat dan mungkin terdampak walau tak langsung.
Kita mengenal istilah reunifikasi, penyatuan kembali dua entitas negara di Semenanjung Korea itu. Namun, 2024 mencatat sejumlah pergeseran cara dari kedua negara, seperti dijelaskan Puji Basuki atau Ukky, Peneliti Doktoral Universitas Manchester di Inggris.
Korea Selatan mengumumkan doktrin baru reunifikasi, yaitu dengan memimpin proses penyatuan. Ukky, yang juga sempat menjadi Koordinator Desk Bilateral Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri RI, melihat Korea Selatan bertumpu pada “pertolongan” Amerika Serikat.
“Doktrin reunifikasi itu berfokus pada kebebasan dan kesejahteraan, di saat yang sama juga bersandar pada Amerika Serikat, khususnya kekuatan militer,” kata Ukky dalam lokakarya jurnalis yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia bersama Korea Foundation.
Di sisi lain, Korea Utara justru menyerah dengan tujuan penyatuan dua negara, menginginkan kedua tetap menjadi entitas yang terpisah. Kim Jong-un bahkan menegaskan soal kemampuan nuklir yang dimiliki dan mempererat kedekatan dengan Rusia secara militer.
Oktober lalu, Badan Intelijen Korea Selatan menyebut Korea Utara memutuskan untuk mengerahkan 12.000 anggota pasukannya untuk membantu Rusia dalam konflik melawan Ukraina.
Hal ini tentu saja meningkatkan ketegangan di kawasan dan posisi geopolitik negara-negara di dunia.
Indonesia sering kali menegaskan posisi sebagai pihak yang peduli terhadap perdamaian, terlebih lagi dengan peranan strategis kawasan Asia Timur. China, Jepang, dan Korea Selatan masuk dalam 10 besar mitra perdagangan dan investasi Indonesia.
Segala gangguan keamanan dan perselisihan yang muncul di kawasan ini akan membawa pengaruh terhadap jalannya pembangunan di Indonesia sendiri, di kawasan pun sudah pasti, dan di dunia secara keseluruhan.