Termasuk Israel, Ini 3 Ancaman Besar Ganggu Ekonomi RI!

CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Indonesia dihadapkan pada tiga risiko yang bisa mengganggu iklim ekonomi, setelah munculnya era kebijakan moneter bank sentral global yang longgar per September 2024.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, sebetulnya dari sisi pasar keuangan memiliki iklim yang positif setelah bank sentral global cenderung menurunkan suku bunga acuannya ke depan. Membuat aliran modal asing akan deras masuk dan nilai tukar rupiah terus menguat.

Namun, ia mengatakan, setidaknya ada tiga risiko utama yang bisa mengganggu iklim positif di sektor keuangan dan ekonomi secara keseluruhan, mulai dari konflik hingga perubahan iklim.

“Ke depan di balik perkembangan positif kita tidak bisa lengah,” kata Juda Agung dalam acara peluncuran Kajian Stabilitas Keuangan No. 43 di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Risiko atau tantangan pertama yang harus direspons dan diantisipasi ke depan kata Juda Agung adalah cepatnya dinamika ekonomi dan keuangan, termasuk dipengaruhi risiko konflik geopolitik sebagaimana yang kini terjadi di Timur Tengah.

Sebagaimana diketahui, konflik di Timur Tengah kini kian memanas setelah Israel menggempur Lebanon. Iran pun telah menyerang Israel dengan meluncurkan ratusan rudal ke Negeri Zionis itu pada Selasa malam kemarin.

“Kita saksikan dalam hari-hari ini di Timur Tengah yang tentu memiliki implikasi ke ekonomi, baik itu harga minyak, value global supply chain, dan sebagainya, yang tentu ini risiko yang harus kita cermati dan kelola ke depan,” paparnya.

Risiko kedua, kata Juda Agung ialah terkait risiko operasional dari digitalisasi keuangan. Misalnya ancaman siber yang semakin terus terjadi dengan intensitas dan kompleksitas yang meningkat, meningkatnya fraud, hingga risiko operasional dari layanan penyedia teknologi kritikal seperti cloud service provider.

“Sehingga kegagalan di layanan penyedia teknologi kritikal itu bisa menyebar dan membuat risiko sistemik ke sektor keuangan. Kalau terjadi failure di penyedia jasa kritikal ini, kita perlu risk management ke teknologi itu,” kata Juda Agung.

Risiko ketiga atau yang terakhir ia katakan terkait dengan perubahan iklim. Risiko iklim terus mengarah pada risiko transisi yang semakin nyata. Bukan hanya bencana, melainkan juga sebabkan penurunan nilai aset berbasis energi fosil ataupun kesulitan pendanaan akibat aktivitas bisnis yang bersifat cokelat bukan aktivitas hijau.

“Survei World Economic Forum menunjukkan risiko ini menduduki peringkat kedua untuk jangka waktu dua tahun ke depan dan menduduki peringkat pertama sebagai risiko terbesar 10 tahun ke depan,” ujar Juda Agung.

“Oleh karena itu, penting bagi sektor keuangan untuk mitigasi risiko perubahan iklim dalam proses bisnis termasuk sektor keuangan harus bisa mengukur emisi dan kurangi dampak lingkungan,” tegasnya.

https://pafisibolga.info/
https://pafipadangsidimpuan.info/
https://pafiprabumulih.info/
https://pafilubuklinggau.info/
https://heylink.me/cucu-zeus-gacor/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*