Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berupaya mendorong pemanfaatan jaringan gas bumi untuk rumah tangga (jargas). Khususnya untuk menggantikan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagai bahan bakar memasak.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya telah melakukan perhitungan keekonomian perihal harga jual jargas dengan harga jual LPG tabung non subsidi.
Hasilnya, harga jual gas dari jargas bisa saja lebih murah dibandingkan dengan harga jual LPG tabung non subsidi. Namun, ia mengakui dengan harga gas di hulu sebesar US$ 4,72 per MMBTU, harga gas untuk jargas masih lebih mahal dibandingkan harga LPG bersubsidi per kg.
“Kita sudah analisa kalau dengan harga gas yang sekarang itu ke masyarakat itu lebih mahal dari pada LPG 3 kg (subsidi). Tapi lebih murah sebetulnya daripada LPG yang komersial (non subsidi),” ujar Dadan saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Jumat (30/8/2024).
Oleh sebab itu, Kementerian ESDM tengah mengkaji kembali suatu skema yang memungkinkan agar harga gas untuk jargas bisa lebih kompetitif, khususnya bagi masyarakat pengguna LPG bersubsidi.
“Kita lagi ngitung. Ya oke kalau itu besaran mana subsidinya. Kalau kita menyediakan subsidi untuk LPG, kan bisa dihitung per kilonya sekian. Atau kita mau subsidi ke hulu yang gasnya, sehingga penerimaan dari KKKS-nya kan tidak boleh turun,” imbuhnya.
Namun yang pasti, Dadan mengatakan, untuk bisa memperluas jargas di Indonesia, diperlukan pembangunan infrastrukturnya terlebih dahulu.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia belakangan ini cukup getol membicarakan mengenai lonjakan konsumsi LPG di masyarakat.
Maklum, Indonesia telah lama bergantung pada impor LPG untuk memenuhi kebutuhan energi domestik. Ketergantungan ini tentunya menimbulkan beban besar pada devisa negara.
“Gas kita LPG konsumsi 7 juta, dalam negeri hanya 1,8 juta produksi kita. Sisanya kita impor, kenapa negara ini gini terus? Apa gak bisa kita bangun industri itu, atau sengaja dibiarkan untuk importir main terus,” ungkap Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, dikutip Rabu (28/8/2024).
Karena itu, selain menggenjot program hilirisasi LPG, pengembangan jaringan gas bumi untuk rumah tangga (jargas) juga menjadi opsi strategis Bahlil dalam menekan impor.
“Memang selain LPG bersubsidi kita juga lagi berpikir untuk bagaimana bikin jaringan gas (jargas) dan membangun industri LPG di Indonesia,” ujarnya.